07 May 2025

Kenapa Perempuan Banyak yang Meninggal Akibat Serangan Jantung?

Kalau bicara soal penyebab kematian perempuan, banyak yang langsung mikirnya: kanker. Atau kalau yang agak lebay --"mati karena patah hati, dok!" Tapi faktanya? Bukan. Pembunuh nomor satu perempuan di dunia adalah penyakit jantung. Iya, serius. Bukan kanker, bukan mantan, tapi jantung.

Secara global, lebih dari 8 juta perempuan meninggal tiap tahun karena penyakit ini. Di Indonesia? Nggak kalah menyeramkan. Banyak banget pasien perempuan yang datang konsultasi dengan kondisi jantungnya sudah rusak parah—dan parahnya lagi, sering telat ketahuan.

Kenapa bisa begitu? Karena gejala penyakit jantung pada perempuan itu sering nggak khas, nggak dramatis kayak sinetron. Kalau laki-laki kena serangan jantung biasanya dadanya nyeri banget, menjalar ke lengan kiri, terus langsung drama di IG story. Tapi kalau perempuan? Gejalanya bisa cuma lelah, pusing, mual, nyeri perut, atau sesak yang dikira "cuma kecapekan karena begadang abis bantuin ngurus Ospek anak".

Sayangnya, bukan cuma pasiennya yang nggak ngeh. Tenaga medis juga kadang kecolongan. Perempuan datang dengan keluhan nyeri ulu hati, keringat bercucuran membasahi baju, seperti abis maraton 30 km, pas ke dokter, tanpa diperiksa EKG dokternya bilang, "Lambung kali ya, makan apa tadi pagi?" Padahal jantungnya sudah minta tolong dari seminggu yang lalu.

Belum lagi faktor hormonal. Sebelum menopause, hormon estrogen itu ibarat bodyguard-nya jantung. Tapi begitu masuk masa menopause, hormon itu 'pensiun', dan risiko penyakit jantung langsung melambung kayak harga cabai pas Lebaran.

Lalu gaya hidup? Waduh. Jangan ditanya. Banyak yang makanannya boba, gorengan, dan nasi uduk, tapi olahraganya jalan dari ruang tamu ke kulkas. Belum lagi sekarang, lagi senam jari scrolling TikTok, eh lihat konten makanan martabak Uenak, langsung pesan gojek. Tidurnya mepet, stresnya mepet, kolesterolnya longgar. Kombinasi maut.

Yang bikin miris, banyak perempuan yang sudah punya faktor risiko --hipertensi, diabetes, kolesterol, stres rumah tangga level Jalan-jalan ke Dufan disiang hari-- tapi jarang yang rutin periksa jantung. Karena mindset-nya masih "Ah saya baik-baik saja kok, cuma masuk angin doang ini mah."

Masuk angin kok sampai EKG-nya berantakan.

Sering saya temui pasien perempuan datang ke IGD dengan gejala ringan, padahal jantungnya sudah sekarat. Dan ketika sudah telanjur rusak, pemulihannya itu tidak mudah. Bukan cuma nyawa yang terancam, tapi kualitas hidupnya juga turun drastis.

Jadi buat kalian para perempuan, kalau udah mulai muncul gejala seperti lemas terus-terusan, napas pendek, nyeri ulu hati, atau gampang capek... jangan abaikan! Jangan bilang, "Ah saya kan masih muda." Serangan jantung itu bukan lihat umur, tapi lihat gaya hidup dan faktor risiko. Mau usianya masih 30-an, tapi kalau tiap hari makan gorengan sambil marah-marah ke suami, tetap aja bisa kena.

Dan tolong, kalau ada gejala mencurigakan, jangan ditahan karena mikir cucian belum dilipet atau anak belum makan. Cucian bisa nunggu. Tapi jantung yang kolaps? Nggak akan nunggu.

Jadi mulai sekarang, ayo kalian lebih perhatian sama jantung sendiri. Jangan cuma perhatiin skincare dan serum glowing. Karena apa gunanya wajah glowing kalau jantungnya gelap?

Kalau kalian butuh pemeriksaan atau pengen tahu lebih lanjut soal kesehatan jantung perempuan, Silahkan hubungi Dokter Jantung kalian, untuk ngobrol, edukasi, dan tentu saja... periksa jantung, bukan periksa mantan.*

 

(Dr. Erta Priadi Wirawijaya, FIHA)